This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Selasa, 22 Oktober 2013

Berapa Lama Batas Tidak Berhubungan Suami Istri



Berapa Lama Batas Tidak Berhubungan Suami Istri
Oleh Saad Saefullah — Senin 28 Rejab 1433 / 18 Juni 2012 01:16

islampos.com—BUKAN hanya kualitas, Islam juga memperhatikan kuantitas dalam bermesraan dengan pasangan. Bukan hanya untuk suami, tapi juga untuk istri.
Pada zaman khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu pernah terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri yang merindukan sentuhan suaminya, sementara suaminya sedang tidak berada di sisinya karena tengah mengemban tugas berjihad di medan perang. Diriwayatkan suatu malam Khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu tengah melakukan perjalanan keliling Madinah yang mana hal demikian sering dilakukannya semenjak ia menjabat khalifah. Ketika melintasi suatu rumah yang terkunci, sekonyong-konyong Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu mendengar  seorang perempuan Arab berkata :

Malam kian larut berselimut gulita

Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang

Setelah itu perempuan itu menghela nafas dalam-dalam seraya berkata “Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan diriku…”
Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia bergumam “Semoga Allah merahmatimu.”  Lalu keesokan harinya Umar membawakan pakaian dan sejumlah uang untuk wanita itu. Lalu ia mencari tahu perihal suami wanita itu. Menurut informasi yang diterimanya, suami wanita itu sedang berjihad fi sabilillah di medan perang, Umar pun menulis surat kepada suami wanita tersebut dan menyuruhnya pulang.
Selanjutnya Umar mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya “Wahai putriku, berapa lamakah seorang perempuan tahan berpisah dengan suaminya?”
Subhaanallah ! Orang seperti engkau bertanya kepada anak sepertiku mengenai masalah seperti ini?” jawab Hafshah.
“Kalau bukan karena aku ingin mengatasi persoalan kaum muslimin aku tidak akan bertanya kepadamu,” kata Umar.
Lalu Hafshah menjawab, “Bisa sebulan, dua bulan atau tiga bulan. Setelah empat bulan ia tidak akan mampu lagi bersabar. Riwayat lain menyebutkan “Lima bulan, enam bulan.”
Maka sejak saat itu, khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu menetapkan jangka waktu itu sebagai ukuran lamanya pengiriman pasukan ke medan perang. (Manaqib Umar Bin Khatthab karya Ibnul Jauzi).
Demikianlah banyak pelajaran penting yang dapat dari sepenggal kisah diatas, khususnya bagi kaum laki-laki yang sudah beristri, agar tidak mengabaikan hak sang istri, karena ada Hak Istri Atas Suami. Jika memang keadaan yang mengharuskan sang suami bepergian, maka usahakanlah pada waktu-waktu tertentu yang tidak terlalu lama untuk “melihat” istrinya, jika tidak memungkinkan, maka sebaiknya istrinya juga diboyong, karena dengan yang demikian itu, hati akan menjadi tenang insyaAllah.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,” (QS. 30:21).
Demikian Islam tidak memandang remeh permasalahan yang satu ini, karena urusan hubungan suami istri juga merupakan perkara ibadah. [sa/islampos/semilir hati]

Adab Setelah Jima’



Adab Setelah Jima’
Oleh Saad Saefullah — Ahad 7 Jamadilakhir 1433 / 29 April 2012 23:27

islampos.com—BIASANYA, pasangan suami-istri yang sah, setelah melakukan jima, tentunya akan merasa telah mendapatkan anugerah dari Allah swt. Dalam Islam, tidak serta-merta jima selesai, maka selesai pula semuanya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan setelah jima. Ini di antaranya:
1.  Tidak langsung meninggalkan suami / isteri setelah jima’ (berdiam diri)
Setelah melakukan hubungan intim hendaknya tidak langsung meninggalkan pasangan, hendaknya tetap memberikan perhatian seperti mencium kening, memeluk atau tidur berbaring di samping pasangan sambil bercanda gurau sampai kondisinya kembali normal dan akan memulai aktivitas selanjutnya.
2. Mencuci kemaluan dan berwudhu jika ingin mengulang Jima’
Dari Abu Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi senggamanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim no. 308)
3. Bersyukur atau bertasbih
Tidak diragukan bahwa jima’ termasuk di antara nikmat yang harus disyukuri dan kita memuji Allah karenanya. Hanya saja yang perlu diingat adalah, jangan sampai meyakini hamdalah atau ucapan syukur itu sebagai zikir/doa khusus setelah jima’, karena pada dasarnya tidak ada doa/zikir di waktu itu.
 4. Mandi besar / Mandi janabah setelah jima’
“Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : “Wahai Rasul Allâh, apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, ”Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan, berwudhu’ dan lalu shalat”. Abu `Abd Allâh berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-29). Wallhu alam bi shawwab. [sa/islampos/fath102/berbagaisumber]

Adab Sebelum Jima’

Adab Sebelum Jima’
Oleh Saad Saefullah — Ahad 30 Jamadilawal 1433 / 22 April 2012 23:07

islampos.com—BETAPA luar biasanya Islam. Tak ada satupun institusi di dunia ini yang mengatur kehidupan ini begitu rinci selain Islam. Termasuk juga soal hubungan suami-istri. Inilah yang membedakan Islam dengan kepercayaan lainnya. Dalam Islam, berhubungan tidak hanya sekadar melepaskan hajat, tapi juga sebagai salah satu bentuk ibadah.
Islam mengatur tiga hal yang berhubungan dengan jima; sebelum, tengah, dan setelah. Berikut ini adalah adab-adab sebelum melakukan jima.
1. Menikah
Menikah adalah syarat mutlak untuk dapat melakukan hubungan intim secara Islam, Menikah juga harus sesuai syarat dan rukunnya agar sah menurut islam. Syarat dan Rukun  pernikahan adalah :  Adanya calon suami dan istri, wali,  dua  orang  saksi,  mahar serta terlaksananya Ijab dan Kabul. Mahar  harus sudah diberikan kepada isteri terlebih dahulu sebelum  suami menggauli isterinya sesuai dengan sabda Rasullullah SAW:
“.Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu kepadanya.” Ali menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau bersabda: “Mana baju besi buatan Huthomiyyah milikmu?” (HR Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim).
Ini artinya  Ali harus memberikan mahar dulu sebelum “mendatangi”  Fathimah.
Dalam  Islam, setiap Jima’ yang dilakukan secara sah antara  suami dengan isteri  akan mendapat pahala  sesuai dengan  Sabda Rasullullah sallahu alaihi wassalam: “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala,” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah).
2. Memilih Hari dan Waktu yang baik / sunnah  untuk jima’
Semua hari baik untuk jima’  tapi hari yang terbaik untuk jima’ dan  ada  keterangannya dalam hadist adalah  hari Jumat sedangkan hari lain yang ada manfaatnya dari hasil penelitian untuk jima’ adalah hari Kamis. Sedangkan waktu yang disarankan oleh Allah SWT untuk jima adalah setelah sholat Isya sampai sebelum sholat subuh dan  tengah hari   sesuai firman Allah dam surat An Nuur ayat 58.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat  bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 24:58)
Melihat kondisi diatas  maka hari dan waktu terbaik  untuk jima adalah : Hari  Kamis Malam  setelah Isya dan Hari Jumat  sebelum sholat subuh dan tengah hari sebelum sholat jumat. Hal ini didasarkan pada Hadist berikut:
Barang siapa yang menggauli isterinya pada hari Jumat dan mandi janabah serta bergegas pergi menuju masjid dengan berjalan kaki, tidak berkendaraan, dan setelah dekat dengan Imam ia mendengarkan khutbah serta tidak menyia-nyiakannya, maka baginya pahala untuk setiap langkah kakinya seperti pahala amal selama setahun,yaitu pahala puasa dan sholat malam didalamnya (HR Abu Dawud, An nasai, Ibnu Majah dan sanad hadist ini dinyatakan sahih)  
Dari Abu Hurairah radliyallhu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850).  
3. Disunahkan mandi sebelum jima’
Mandi sebelum jima’ dan  bersikat gigi  bertujuan agar memberikan kesegaran  dan  kenikmatan saat jima’.  Mandi akan  menambah nikmat jima karena badan akan terasa segar  dan bersih  sehingga mengurangi  gangguan saat jima’. Jangan lupa jika setelah selesai jima’  dan masih ingin mengulangi lagi sebaiknya kemaluan dicuci kemudian berwudhu.  
Abu Rofi’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau, beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab, “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud no. 219 dan Ahmad 6/8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)  
4. Sebaiknya sholat sunnah 2 rakaat sebelum jima’
Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: Aku memberi nasehat kepada seorang pria yang hendak menikahi pemudi yang masih gadis, karena ia takut isterinya akan membencinya jika ia mendatanginya, yaitu perintahkanlah (diajak)  agar ia melaksanakan sholat 2 rakaat dibelakangmu dan berdoa  : Ya Allah berkahilah aku dan keluargaku dan berkahilah mereka untukku. Ya Allah satukanlah kami sebagaimana telah engkau satukan kami karena kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau pisahkan untuk satu kebaikan  (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani dngan sanad Sahih  
5. Menggunakan parfum yang disukai suami/ isteri sebelum jima’
Menggunakan parfum oleh perempuan sebelum jima di sunahkan  karena akan lebih lebih meningkatkan gairah  suami isteri sehingga meningkatkan kualitas dalam berhubungan suami isteri. Hal ini didasarkan pada hadist  berikut : Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia seorang pezina” (HR Ahmad, 4/418; shahihul jam’: 105)
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi janabat” (HR Ahmad2/444, shahihul jam’ :2073.)
Penggunaan parfum oleh wanita diperbolehkan atau disunatkan tergantung dari tujuannya, jika tujuannya untuk merangsang suami dalam jima’ disunahkan tapi jika digunakan untuk merangsang kaum laki-laki akan berdosa.
6. Berpakaian dan berdandan yang disukai suami / isteri sebelum jima’
Seorang isteri sebaiknya berdandan dan memakai pakaian yang disukai suami untuk menyenangkan dan memudahkan suami berjima’. Berpakaian seksi dikamar tidur dimana hanya suami atau isteri yang melihatnya diperbolehkan dalam islam karena dapat meningkatkan kualitas hubungan suami isteri (Hadist menyusul)
7. Berdoa meminta perlindungan Allah sebelum Jima’ :
Berdoa sangat penting sebelum melakukan jima’ terutama adalah doa memohon perlindungan kepada Allah terhadap gangguan setan dalam pelaksanaan jima. Berdoa dimulai dengan mengucapkan:
Bismillah. Allahumma jannabnasyoithona  wa jannabisyaithona  maa rojaktanaa”
Artinya :  Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarkanlah  kami dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetanRasulullah saw. bersabda: Apabila salah seorang mereka akan menggauli istrinya, hendaklah ia membaca: “Bismillah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari  setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Sebab jika ditakdirkan hubungan antara mereka berdua tersebut membuahkan anak, maka setan tidak akan membahayakan anak itu selamanya. (Shahih Muslim No.2591).  (sa/islampos/fath102/berbagaisumber]

12 Tips Mengolah Daging Kambing Agar Tidak Bau

12 Tips Mengolah Daging Kambing Agar Tidak Bau
oleh Komunitas Sehat, Cantik, Langsing pada 17 November 2010 pukul 17:36 ·

Berikut 12 tips penghilang bau khas daging kambing, silahkan dipilih mana yang paling gampang dan langsung praktekan untuk menghilangkan bau khas daging kambing, yang menurut beberapa orang kalau bau khas ini hilang maka hilang pula kenikmatan masakan daging kambing itu.

Tips 1
Rebus daging kambing dengan potongan lobak secukupnya, setengah jam kemudian keluarkan lobaknya. Setelah itu pergunakan daging kambing untuk memasak sesuai dengan resep masakan daging kambing yang disukai.

Tips 2
Rebus 1 kilogram daging kambing atau domba dengan kacang hijau sebanyak 5 gram. Setelah 10 menit, angkat dan tiriskan daging tersebut. Kemudian dimasak sesuai dengan keperluan.

Tips 3
Rebus 1 kilogram daging kambing dengan dimasukkan bersama bubuk kare sekitar 10 gram. Banyaknya bumbu kare disesuaikan dengan jumlah kilogram daging yang akan dimasak

Tips 4
Rebus 1 kilogram daging kambing atau domba dengan dimasukkan 200 gram tebu yang sudah dipotong-potong. Rebus kurang lebih selama setengah jam

Tips 5
Rebus 1 liter air, setelah mendidih masukkan 1 kilogram daging kambing dan 50 gram cuka. Setelah mendidih, tiriskan daging kambing itu dan dimasak ulang sesuai kehendak hati
daging kambing 300x198 12 Tips penghilang bau khas daging kambing

Tips 6
Cara lainnya lagi, sebelum dimasak daging kambing disiram dengan tetesan air jeruk nipis. Jika tidak ada jeruk nipis bisa dengan menggunakan daun jeruk limau.

Tips 7
Selain air jeruk nipis bisa juga menggunakan daun jambu klutuk. Daun jambu itu dibejek-bejek bersama dengan daging kambing sebelum dimasak

Tips 8
ambillah 2 potong arang lalu cucilah sampai bersih dari kotoran lain. Rebuslah daging kambing bersama-sama arang tsb, niscaya daging kambing tidak akan berbau lagi. Setelah itu masaklah dengan rempah-rempah sesuai resep pilihan anda
Tips 9
langsung mengolah daging kambing yang baru disembelih, tanpa pernah sedikitpun mencucinya terlebih dahulu baik dengan air maupun bahan pencuci lainnya.Bau amis itu akan berkurang dengan sendirinya jika dimasak dengan benar (sampai meresap, tanak, dan cukup waktu).Jangan lupa berhati-hati ketika memotong daging kambing agar tidak terkena kotoran (sehingga kita tergoda alasan harus membilasnya dengan air). Jika bulu-bulu kambing masih menempel halus dan tipis, cabuti saja pelan-pelan. Daging kambing siap olah tidak mengapa disimpan dulu di dalam kulkas sebelum dimasak, sepanjang tidak dicuci dengan air.

Tips 10
Yang biasa aku lakukan untuk menghilangkan bau khas daging kambing ga pernah pake apa apa hanya dengan cara memotong daging dengan arah yang benar…yaitu memotong searah serat daging
satekambing 300x225

Tips 11
sebelum dimasak bungkus dengan daun pepaya dan buah nanas. karena daun pepaya bikin daging menjadi empuk setelah matang sedangkan nanas untuk menghilangkan bau amisnya. diperkirakan bau nanas lebih kuat daripada jeruk

Tips 12
Cincang, memarkan atau lumat jahe, kemudian campurkan pada daging yang akan diolah. Aroma Jahe akan menutupi bau lebus pada daging. Agar hasilnya maksimal, lebih baik lagi Jahe yang dlhaluskan bersama bumbu lain.
Untuk menghilangkan bau tak sedap. Anda Juga bisa menambahkan bumbu dapur beraroma kuat seperti kapulaga. kayu manis, cengkeh, dan bumbu rempah lainnya. Bumbu-bumbu yang beraroma kuat seperti itu tidak hanya membuat rasa masakan menjadi nikmat, tetapi juga membantu menghilangkan bau tidak sedap pada daging.
Gunakan bumbu rempah yang beraroma tajam untuk mengimbangi aroma daging kambing yang khas