Makalah Pendidikan Kesehatan
Makalah Pendidikan Kesehatan kami bagi menjadi tiga postingan, pada postingan kali ini akan membahas tentang Pengertian pendidikan kesehatan.
Pengertian pendidikan kesehatan adalah prosses
membuat oRang mampu meningkatkan kontrol & memperbaiki kesehatan
individu. Kesempatan yg direncanakan untuk individu, kelompok atau
masyarakat agar belajar tentang kesehatan & melakukan
perubahan-peubahan secara suka rela dalam tingkah laku individu
(Entjang, 1991)
Wood dikutip dari Effendi (1997), memberikan pengertian pendidikan
kesehatan merupakan sejumlah pengalaman yg pengaruh menguntungkan secara
kebiasaan, sikap & pengetahuan yg ada hubungannya dengan kesehatan
perseorangan, mayarakat & bangsa. Kesemuannya ini, dipersiapkan
dalam rangka mempermudah diterimannya secara suka rela perilaku yg akan
meningkatkan & memelihara kesehatan.
Menurut Ottawwa Charter (1986) yg dikutip dari Notoatmodjo S,
memberikan pengertian pendidikan kesehatan adalah proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara & meningkatkan
kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yg sempurna,
baik fisik, mental & social, maka masyarakat harus mampu mengenal
& mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya, &
sebagainya).
Menurut Steward dikutip dari Effendi (1997), unsur program kesehatan
& kedokteran yg didalamnya terkandung rencana untk merubah perilaku
perseorangan & masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya
program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit &
peningkatan kesehatan.
Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya
untuk mempengaruhi, & atau mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat.
Se&gkan secara operasional, pendidikan kesehatan merupakan suatu
kegiatan untuk memberikan & atau meningkatkan pengetahuan, sikap,
& praktek masyarakat dalam memelihara & meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003).
Makalah Tujuan Pendidikan Kesehatan
Sebelum membaca Tujuan Pendidikan Kesehatan ada baiknya anda terlebih dahulu membaca Pengertian pendidikan kesehatan.
apa saja , seberapa penting Tujuan Pendidikan Kesehatan bagi masyarakat indonesia..??
Tujuan Pendidikan kesehatan merupakan domain yg akan dituju dr pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain.
- Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yg optimal.
- Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat yg sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
- Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan (Effendy, 1997).
Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu menerapkan
masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa yg dapat mereka
lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yg ada pada mereka
ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan kegiatan yg
tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan
masyarakat (Mubarak, 2009).
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan
pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik secara fisik, mental
dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun social,
pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan
penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan
kesehatan, maupun program kesehatan lainnya (Mubarak, 2009).
Jadi tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memperoleh pengetahuan
dan pemahaman pentingnya kesehatan untuk tercapainya perilaku kesehatan
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial,
sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.
Pentingnya Pendidikan Karakter Pada Anak Sejak Usia Dini
Makalah Pendidikan Karakter- Dalam makalah ini akan dijelaskan apa saja dan seberapa penting peran guru dalam pendidikan karakter juga bentuk-bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter. langsung saja simak selengkapanya.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan telah
termuat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yaitu mewujudkan sistem
dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna
memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan,
cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan serta
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan
kualitas manusia Indonesia Terlihat dengan jelas GBHN mengamanatkan arah
kebijakan di bidang pendidikan yaitu: meningkatkan kemampuan akademik
dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga
kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan; memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi
keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
Sementara itu, UU 20 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter bangsa. Dalam pemberian pendidikan karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Sementara itu, UU 20 2003 tentang Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada anak-anak usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui pendidikan karakter bangsa. Dalam pemberian pendidikan karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa pendidikan karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah :
- Mengetahui pengertian pendidikan karakter
- Mengetahui bentuk-bentuk Pembelajaran Terpadu Yang Berkarakter
- Mengetahui seberapa penting pendidikan karakter pada usia dini
- Mengetahui peran guru dalam pendidikan karakter
1.3 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah :
- Apa pengertian dari pendidikan karakter ?
- Apa saja bentuk-bentuk pembelajaran terpadu yang berkarakter ?
- seberapa penting pendidikan karakter pada usia dini ?
- Apa saja peran guru dalam pendidikan karakter ?
1.4 RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam makalah ini adalah mengurai bentuk-bentuk pembelajaran terpadu yang berkarakter serta mengkritisi seberapa penting adanya pendidikan karakter pada anak usia dini.
Ruang lingkup dalam makalah ini adalah mengurai bentuk-bentuk pembelajaran terpadu yang berkarakter serta mengkritisi seberapa penting adanya pendidikan karakter pada anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun
Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan
keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang
tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan
kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku
warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan
tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka
pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang
diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan
menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih
mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademis.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu,
yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan
tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota
besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat
meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya
dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan
intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya
upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal.
Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka
tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan
pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti:
pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan
pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan
pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial
tertentu dalam diri peserta didik.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949
pernah berkata bahwa “Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan,
keberadaban, budaya, dan persatuan”. Sedangkan menurut Prof. Wuryadi,
manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa
yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar. Dasar
dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau
hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan
ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan
atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.
2.2 BENTUK-BENTUK PEMBELAJARAN TERPADU YANG BERKARAKTER
Menurut Cohen dalam Degeng (1989), terdapat tiga kemungkinan variasi
pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan
dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated
curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu
(integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata
keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas
bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara
berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada.
Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada
hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan
sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk
pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur
yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai
titik pusatnya (center core/center of interst).
Lebih lanjut, model-model pembelajaran inovatif dan terpadu yang
mungkin dapat diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam
bukunya yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik adalah sebagai berikut :
1. Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran
1. Fragmentasi
Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran
2. Koneksi
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas
Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas
3. Sarang
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
Dalam model ini, guru mentargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
4. Rangkaian/Urutan
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
5. Patungan
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
6. Jala-jala
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
7. Untaian Simpul
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
8. Integrasi
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil.
9. Peleburan
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pebelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
10. Jaringan
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.
Dalam model ini, pebelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan.
2.3 PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER PADA USIA DINI
Pendidikan karakter pada anak usia dini , dewasa ini sangat di perlukan di karenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Berbagai permasalahan yang melanda bangsa belakangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya. Sehingga pendidikan karakter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan ini. Menurut Prof Suyanto Ph.D karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pendidikan karakter pada anak usia dini , dewasa ini sangat di perlukan di karenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Berbagai permasalahan yang melanda bangsa belakangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya. Sehingga pendidikan karakter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan ini. Menurut Prof Suyanto Ph.D karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU
Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk
insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau
berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta
agama.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak
usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang
ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang
memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif
dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang
luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja
keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko,
berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa,
berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke
depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur,
bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat,
demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur,
kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh
hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai
karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain,
menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian,
berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih
sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri,
rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap
mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan
santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal,
tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sejatinya pendidikan karakter ini memang sangat penting dimulai sejak
dini. Sebab falsafah menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah
proses yang harus dilakukan dalam rangka membentuk karakter anak bangsa.
Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi
sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menentukan kemampuan
anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sekitar 50 persen variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi
ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan 30 persen berikutnya
terjadi pada usia delapan tahun, dan 20 persen sisanya pada pertengahan
atau akhir dasawarsa kedua.
Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam
keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter
anak. Setelah keluarga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus
menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar.
Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di
kemudian hari. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan
sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak
akan terbentuk dengan baik, jika dalam proses tumbuh kembang mereka
mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa.
2.4 PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan
menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum
yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan
tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka
mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui
proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut
dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life
skill terutama kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya.
Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang
berhubungan dengan karakter dirinya.
Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki
posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang
bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi
sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang
guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan
kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki
tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter,
berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan
transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis,
harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan
bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal
pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai
berikut :
1. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak
seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar
oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara
yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran,
sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil
belajarnya.
2. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran.
Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep
pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran
yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut
untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses
pembelajaran.
3. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
3. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan
berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat
berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik
lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan
guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan
berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan
karakter peserta didik.
5. Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan
masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang
bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan
masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan
pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6. Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta
didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru,
sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik
tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat
manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh
apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini
sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung
maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi
peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai
karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi
pelajaran, tetapi juga pada prosesnya
Dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan
pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator
atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam
berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan
faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang
efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh
peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu
membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan
potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru
harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa
pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap
guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian
tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung
tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti
setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau
prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan
pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam konteks sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan
pendidikan karakter peserta didik, guru harus diposisikan atau
memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya, yaitu sebagai pengajar
dan pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga
mendidik dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi
yang dilakukannya di kelas dan luar kelas.
Guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam melakukan
penilaian (evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam masalah
kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang
paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya.
Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih
menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk
penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Aalat dan
bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristik setiap
peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian,
kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang
merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan
terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah
selaku penentu kebijakan
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pengertian pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
1. Pengertian pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
2. Bentuk-Bentuk pembelajaran inovatif dan terpadu yang mungkin
dapat diadaptasi, seperti yang ditulis oleh Trianto, 2009, dalam bukunya
yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik
adalah sebagai berikut :
- - Fragmentasi
- - Koneksi
- - Sarang
- - Rangkaian/Urutan
- - Patungan
- - Jala-jala
- - Untaian Simpul
- - Integrasi
- - Peleburan
- - Jaringan
3. Pendidikan karakter pada anak usia dini di nilai sangat
penting karena anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib
bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak
sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Pada
usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai
usia emas (golden age) terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50
persen variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak
berusia empat tahun. Peningkatan 30 persen berikutnya terjadi pada usia
delapan tahun, dan 20 persen sisanya pada pertengahan atau akhir
dasawarsa kedua. Pada usia inilah proses pendidikan karakter di mulai
proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan
perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut
ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif,
baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani
memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan
bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran
jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur,
bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat,
demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur,
kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh
hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai
karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain,
menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian,
berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih
sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri,
rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap
mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan
santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal,
tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
4. Peran guru dalam pendidikan karakter untuk peserta didik di
sekolah ialah , guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku
utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi
peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta
didiknya. Sikap dan perilaku seorang guru sangat membekas dalam diri
siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin
siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam
menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral.
Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan
pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara
bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
3.2 SARAN
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna ,
oleh karena itu Prnulis sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca dan dosen pembimbing , agar dalam pembuatan
makalah ke depannya dapat lebih baik.
judul asli “Pentingnya Pendidikan Karakter pada anak sejak usia dini , dan Peran Guru dalam pendidikan karakter”
Contoh Karya Tulis Ilmiah Tentang Pendidikan|100
Contoh Karya Tulis Ilmiah ini sangat bagus dan menurut saya Karya Tulis Ilmiah ini akan membantu anda dalam tugas anda langsung saja simak selengkapanya.Karya Tulis Ilmiah Tentang Pendidikan
Menumbukan Minat Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Seni rupa
A.Pendahuluan
Menurut The Liang Gie (1994:28), Minat merupakan salah satu faktor
pokok untuk meraih sukses dalam studi. Penelitian- penelitian di Amerika
Serikat mengenai salah satu sebab utama dari kegagalan studi para
mahasiswa menunjukkan bahwa sebabnya ialah kekurangan minat. Secara
lebih terinci arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan
studi ialah minat melahirkan perhatian yang serta merta, minat
memudahkan terciptanya konsentrasi, minat mencegah gangguan perhatian
dari luar, minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan,
dan minat memperkecil kebosanan studi dalam dirinya.
Suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat akan
menghasilkan prestasi yang kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa
dengan terpenuhinya minat seseorang akan mendapatkan kesenangan dan
kepuasan batin yang dapat menimbulkan motivasi. S.C. Utami Munandar
(1985:11) menyatakan bahwa minat dapat juga menjadi kekuatan motivasi.
Prestasi seseorang selalu dipengaruhi macam dan intensitas minatnya.
Minat menimbulkan kepuasan. Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang
tindakan-tindakan yang didasari oleh minat dan minat ini dapat bertahan
selama hidupnya.
Dengan demikian, minat belajar merupakan faktor yang sangat penting
dalam keberhasilan belajar siswa. Disamping itu minat belajar juga dapat
mendukung dan mempengaruhi proses belajar mengajar di sekolah. Namun
dalam prakteknya tidak sedikit guru Seni Budaya (Kesenian) menemukan
kendala di dalam kelas, karena kurangnya minat siswa dalam pembelajaran
Seni Budaya khususnya seni rupa. Jika hal ini terjadi, maka proses
belajar mengajar pun akan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman penulis, pada saat pembelajaran berlangsung
siswa kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Hanya sebagian kecil
saja siswa yang bisa memahami dan mengerjakan tugas dengan semangat.
Sebagian besar siswa mengerjakan tugas yang diberikan dengan perasaan
terpaksa atau takut. Hal ini menyebabkan tugas yang diberikan hasilnya
kurang memuaskan sehingga terkesan asal jadi. Jika mereka ditanya,
alasannya mereka tidak mempunyai bakat di bidang seni atau tidak punya
bakat menggambar. Dengan kondisi seperti ini, guru perlu mencari upaya
bagaimana menumbuhkan minat belajar siswa terutama dalam pembelajaran
Seni Rupa.
B.Konsep Minat Belajar
Pengertian minat
Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap
sesuatu yang datang dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari
luar. The Liang Gie (1994:28) mengungkapkan bahwa minat berarti sibuk,
tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena
menyadari pentingnya kegiatan itu. Menurut Slameto (dalam Djaali
2006:121) minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu
hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Sedangkan menurut Crow and
Crow (dalam Djaali 2006:121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan
gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan
dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan
itu sendiri.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa minat merupakan rasa suka atau tertarik terhadap suatu hal atau
aktivitas seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu kegiatan.
Minat dapat juga dikatakan sebagai suatu keinginan atau kemauan yang
merupakan dorongan seseorang untuk melakukan suatu hal atau aktivitas
tanpa adanya paksaan dari luar dirinya. Minat bisa juga diartikan
sebagai kecenderungan jiwa yang relative menetap
kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Jadi minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir seperti bakat,melainkan diperoleh kemudian.
kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Jadi minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir seperti bakat,melainkan diperoleh kemudian.
Pengertian Belajar
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang
belajar, pada umumnya mereka memberikan penekanan pada unsur perubahan
dan pengalaman. Menurut Witherington (dalam Sukmadinata 2007:155)
menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang
dimanifestasikan sebagai pola respon yang baru yang berbentuk
keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Crow and
Crow (dalam Sukmadinata 2007:155) mengemukakan bahwa belajar adalah
diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Sedangkan
menurut Hilgar (1962:252) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses
di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap
sesuatu situasi.
Berdasarkan penekanan unsur pengalaman tentang definisi belajar
dikemukakan para ahli, antara lain menurut Di Vesta and Thompson
(1970:112) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Gage and Berliner
(1970:256) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku yang muncul karena pengalaman. Sedangkan menurut Hilgard
(1983:630), mengemukakan bahwa belajar dapat dirumuskan sebagai
perubahan perilaku yang brelatif permanen yang terjadi karena
pengalaman.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan mengenai pengertian
minat dan pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa minat belajar
adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa
gejala,seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses
perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari
pengetahuan dan pengalaman. Dengan kata lain, minat belajar itu adalah
perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap aktivitas
belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi, dan
keaktifan dalam belajar serta menyadari pentingnya kegiatan itu.
Selanjutnya terjadi perubahan dalam diri siswa yang berbentuk
keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman
belajar. Minat siswa untuk belajar mempunyai pengaruh yang besar
terhadap keberhasilan belajar, karena minat siswa merupakan faktor utama
yang menentukan derajat keaktifan siswa, bila bahan pelajaran yang
dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan
belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Oleh
karena itu, untuk mengatasi siswa yang kurang berminat dalam belajar,
guru hendaknya berusaha bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar
siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar. Minat belajar sangat
mendukung dan mempengaruhi pelaksanan proses belajar mengajar di sekolah
yang akhirnya bermuara pada pencapaian tujuan pembelajaran.
C.Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar
Minat belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam
proses belajar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
tersebut bersumber pada dirinya dan luar dirinya atau lingkungannya
antara lain sebagai berikut :
1. Faktor dalam diri siswa, yang terdiri dari :
1. Faktor dalam diri siswa, yang terdiri dari :
a. Aspek jasmaniah,
mencakup kondisi fisik atau kesehatan jasmani dari individu siswa.
Kondisi fisik yang prima sangat mendukung keberhasilan belajar dan dapat
mempengaruhi minat belajar. Namun jika terjadi gangguan kesehatan pada
fisik terutama indera penglihatan dan pendengaran, otomatis dapat
menyebabkan berkurangnya minat belajar pada dirinya.
b. Aspek Psikologis (kejiwaan), menurut Sardiman (1994:44) faktor psikologis meliputi perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat,dan motif. Pada pembahasan berikut tidak semua faktor psikologis yang dibahas, tetapi hanya sebagian saja yang sangat berhubungan dengan minat belajar.
b. Aspek Psikologis (kejiwaan), menurut Sardiman (1994:44) faktor psikologis meliputi perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat,dan motif. Pada pembahasan berikut tidak semua faktor psikologis yang dibahas, tetapi hanya sebagian saja yang sangat berhubungan dengan minat belajar.
Perhatian merupakan pemusatan energi psikologi yang tertuju kepada
suatu objek pelajaran atau kesadaran yang menyertai aktivitas belajar.
Tanpa adanya perhatian dalam aktivitas belajar akan berdampak terhadap
kurangnya penguasaan materi pelajaran, sehingga hasil yang dicapai dalam
belajar kurang memuaskan. Kurangnya perhatian terhadap materi yang
dipelajari juga mengakibatkan kurangnya minat belajar pada diri siswa.
Ingatan, secara teoritis akan berfugsi untuk mencamkan atau menerima
kesan-kesan dari luar, menyimpan kesan, dan memproduksi kesan. Oleh
karena itu ingatan merupakan kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan
memproduksi kesan-kesan di dalam belajar. Siswa yang mempunyai daya
ingat yang kurang sangat berpengaruh terhadap minatnya untuk belajar.
Bakat adalah kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu
dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Hal ini dekat dengan
persoalan intelegensi yang merupakan struktur mental yang melahirkan
kemampuan untuk memahami sesuatu. Bakat yang dimiliki seseorang akan
menunjang keberhasilannya dalam belajar. Jika seseorang tidak mempunyai
bakat, akan berpengaruh terhadap minatnya dalam belajar. Pada
pembelajaran seni rupa, banyak ditemukan anak yang kurang berminat untuk
belajar karena tidak berbakat. Oleh karena itu bakat berpengaruh
terhadap minat belajar.
2.Faktor dari luar siswa, meliputi :
a. Keluarga, meliputi hubungan antar keluarga, suasana lingkungan rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
b. Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber belajar, media pembelajaran, hubungan siswa dengan temannya, guru-gurunya dan staf sekolahserta berbagai kegiatan kokurikuler.
c. Lingkungan masyarakat, meliputi hubungan dengan teman bergaul, kegiatan dalam masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal.
a. Keluarga, meliputi hubungan antar keluarga, suasana lingkungan rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
b. Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber belajar, media pembelajaran, hubungan siswa dengan temannya, guru-gurunya dan staf sekolahserta berbagai kegiatan kokurikuler.
c. Lingkungan masyarakat, meliputi hubungan dengan teman bergaul, kegiatan dalam masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari diri
siswa dan dar luar siswa saling berkaitan dalam menumbuhkan minat
belajar. Jika faktor-faktor tersebut tidak mendukung mengakibatkan
kurang atau hilangnya minat belajar siswa. Kurang atau hilangnya minat
belajar siswa disebabkan oleh banyak hal yang secara tidak langsung
dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Menurut JT. Loekmono
(1985:97), faktor-faktor yang menyebabkan kurang atau hilangnya minat
belajar sisbwa adalah sebagai berikut :
- Kelainan jasmaniah pada mata, telinga, kelenjar-kelenjar, yang sangat mempersukar anak di dalam mengikuti pelajaran atau menjalankan tugas di kelas.
- Pelajaran di kelas kurang merangsang anak. Tingkat kemampuan anak jauh di atas yang diminta di dalam mengikuti pelajaran di kelas, akibatnya anak merasa bosan.
- Ada masalah atau kesukaran kejiwaan yang menyebabkan dia mundur atau lari dari kenyataan. Dalam hal ini anak akan menunjukkan gejala yang sama dimana-mana, yaitu tidak menunjukkan minat atau memberi perhatian kepada segala sesuatu di luar kelas.
- Perhatian utama dari anak dicurahkan kepada kegiatan-kegiatan di luar kelas, seperti : olah raga, kegiatan di dalam kelas, bekerja yang membutuhkan keterampilan mekanis, atau melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan uang.
- Sikapnya yang seakan-akan tidak mempunyai perhatian atau minat ini sebenarnya hanya suatu sikap pura-pura. Keadaan yang sebenarnya ialah bahwa ia ingin memberi kesan demikian, supaya orang dapat menerima kenyataan bahwa ia tidak berkompetisi/atau tidak mampu berkompetisi dengan orang lain, yang dipandangnya jauh lebih mampu dari ia sendiri.
- Ada konflik pribadi dengan guru, atau dengan orang tua. Dengan menunjukkan sikap ini sebenarnya ia hendak menunjukkan sikap melawan mereka; jadi sikap ini merupakan satu jenis senjata untuk melawan.
D.Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan minat belajar
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif
untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan
menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Menurut Tanner and Tanner
(1975) menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat
baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi
pada siswa tentang bahan yang akan dismpaikan dengan menghubungkan bahan
pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya di masa yang akan
datang. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini biasa dicapai dengan
cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang
sensasional, yang sudah diketahui siswa.
Harry Kitson (dalam The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada
dua kaidah tentang minat (the laws of interest), yang berbunyi :
- Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, usahakan memperoleh keterangan tentang hal itu
- Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, lakukan kegiatan yang menyangkut hal itu.
Minat belajar akan tumbuh apabila kita berusaha mencari berbagai
keterangan selengkap mungkin mengenai mata pelajaran itu, umpamanya arti
penting atau pesonanya dan segi-segi lainnya yang mungkin menarik.
Keterangan itu dapat diperoleh dari buku pegangan. ensiklopedi, guru dan
siswa senior yang tertarik atau berminat pada mata pelajaran itu.
Disamping itu perlu dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan mata
pelajaran itu, misalanya pada mata pelajaran seni rupa usahakan
mengikuti apa yang harus dilakukan apakah dengan menggambar atau
melukis. Dengan langkah-langkah itu minat siswa terhadap mata pelajaran
itu akan tumbuh.
JT. Loekmono (1985:98), mengemukakan bahwa cara-cara untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa adalah sebagai berikut :
JT. Loekmono (1985:98), mengemukakan bahwa cara-cara untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa adalah sebagai berikut :
- Periksalah kondisi jasmani anak, untuk mengetahui apakah segi ini yang menjadi sebab.
- Gunakan metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menarik sehingga dapat merangsang anak untuk belajar
- Menolong anak memperoleh kondisi kesehatan mental yang lebih baik.
- Cek pada orang atau guru-guru lain , apakah sikap dan tingkah laku tersebut hanya terdapat pada pelajaran saudara atau juga ditunjukkan di kelas lain ketika diajar oleh guru-guru lain.
- Mungkin lingkungan rumah anak kurang mementingkan sekolah dan belajar. Dalam hal ini orang-orang di rumah perlu diyakinkan akan pentingnya belajar bagi anak.
- Cobalah menemukan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian anak, atau tergerak minatnya. Apabila minatnya tergerak, maka minat tersebut dapat dialihkan kepada kegiatan-kegiatan lain di sekolah.
Pendapat lain yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan atau
meningkatkan minat belajar, dikemukakan oleh Crow and Crow (dalam The
Liang Gie 1995:132) yang menyatakan bahwa untuk mendukung tumbuhnya
minat belajar yang besar, perlu dibangun oleh motif-motif tertentu dalam
batin seseorang siswa. Ada lima motif penting yang dapat mendorong
siswa untuk melakukan studi sebaik-baiknya, yaitu :
- Suatu hasrat keras untuk mendapatkan angka-angka yang lebih baik dalam sekolah.
- Suatu dorongan batin untuk memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau lain bidang studi.
- Hasrat untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
- Hasrat untuk menerima pujian dari orang tua, guru, atau teman.
- Cita-cita untuk sukses di masa depan dalam suatu bidang khusus.
Disamping itu penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar
mengajar juga dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini sebagai
mana yang dikatakan oleh Hamalik (dalam Arsyad Azhar 2007:15) yang
mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar
mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa
banyak sekali faktor yang dapat menumbuhkan atau membangkitkan minat
belajar bagi siswa. Tinggal bagaimana upaya yang harus kita lakukan
sebagai seorang guru dalam memecahkan masalah ini, sehingga siswa
terbantu untuk menemukan minatnya dalam mengikuti pembelajaran. Siswa
yang memiliki karakter yang berbeda-beda memerlukan penanganan yang
berbeda pula, termasuk dalam hal menumbuhkan minat belajarnya. Dengan
adanya upaya dari guru dan pihak lain dalam menumbuhkan minat belajar
bagi siswa, diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang akhirnya
tertuju pada keberhasilan belajar siswa.
E.Penutup
Minat belajar merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar. Untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa,
terlebih dahulu kita harus memperhatikan apa yang menjadi latar belakang
yang menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya minat belajar. Setelah
itu baru kita mengambil langkah-langkah apa yang harus kita lakukan
untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa. Dengan demikian upaya
untuk menumbuhkan minat belajar sesuai dengan sasarannya.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat belajar pada peserta didik. Pertama, pahami dan kenali terlebih dahulu kondisi fisik dan psikologis siswa. Kedua, gunakan teknik dan metode yang bervariasi dalam penyajian materi pembelajaran. Ketiga, penggunaan media pembelajaran hendaknya dapat merangsang siswa untuk tertarik ikuti serta dalam pembelajaran. Keempat, pahami kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah sehingga kita dapat mencari jalan keluar dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat belajar pada peserta didik. Pertama, pahami dan kenali terlebih dahulu kondisi fisik dan psikologis siswa. Kedua, gunakan teknik dan metode yang bervariasi dalam penyajian materi pembelajaran. Ketiga, penggunaan media pembelajaran hendaknya dapat merangsang siswa untuk tertarik ikuti serta dalam pembelajaran. Keempat, pahami kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah sehingga kita dapat mencari jalan keluar dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
Rujukan
Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munandar, S.C. Utami. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sardiman, AM.1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djaali, H. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Gie, The Liang. 1995. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Liberty.
Loekmono,JT. 1985. Bimbingan bagi Anak Remaja yang bermasalah. Jakarta: CV. Rajawali.
Patung Dewa Disebuah Kelenteng Harus Ditutup Kain Putih Karena Alasan IMB
BalasHapusInformasi Usaha budidaya
Cerita Dewasa
Novel Paling Update
Gosip Terupdate