“Kalau
bukan karena kedua anakku yang masih kecil.. maka aku sudah mengikuti nafsuku
untuk segera meninggalkan dan menceraikan istriku yang tidak berbakti itu. Aku
tidak mau meninggalkan apa yang menjadi amanat-Mu dalam keadaan lemah Ya
Allah.”
Itulah
jeritan hati Yudi di malam itu.. di tengah heningnya malam, Yudi sudah biasa
melewatkan malam malamnya dengan kemesraan bersama Tuhannya, Allah Swt.
Di
samping ruangan tempat sholatnya, terbaring kedua anaknya yang masih balita,
tertidur pulas, ditemani istrinya yang enggan bangun untuk menemaninya shalat
tahajjud, walaupun Yudi sudah mencoba untuk membangunkannya.
Pagi
hari.. Yudi bangun paling awal, sholat shubuh dan langsung beranjak membereskan
seluruh isi rumah, mengepel, mencuci piring dan memasak, semuanya sudah menjadi
rutinitas Yudi di pagi hari. Setelah selesai, Yudi pun langsung membuka
laptopnya dan mulai bekerja melayani jasa para konsumennya.
Yudi
adalah seorang konsultan bisnis, banyak sekali pengusaha dan para pebisnis yang
mengkonsultasikan masalah bisnis mereka kepada Yudi. Dari penghasilan sebagai konsultan
yang bisa dikatakan cukup menjanjikan, Yudi tetap saja ikhlas menjalankan rumah
tangga yang sudah hampir 7 tahun dijalaninya tanpa keseimbangan kewajiban suami
istri.
Setiap
kali Yudi mengajak istrinya untuk melakukan hubungan, istrinya selalu menolak
dengan beralasan kurang enak badan. Saat Yudi bekerja, jika ada anaknya yang
ingin BAB atau BAK, maka istrinya teriak kepada Yudi untuk mengurusinya. Yudi
pun menunda dulu pekerjaannya, meraih anaknya kemudian membawanya ke kamar
mandi.
Saat
anaknya ingin diantar jajan, maka Yudi pun diteriaki kembali untuk
mengantarkannya ke warung.
Saat
istrinya ingin sarapan, maka Yudi diminta pergi ke tukang bubur atau tukang
gorengan dekat rumahnya.
Itulah
keadaan yang dialami Yudi setiap hari. Hal ini dialaminya semenjak beberapa
bulan lalu, sepulangnya dari dinas di luar negeri, selama satu tahun lamanya.
Malam
hari, saat adzan isya berkumandang, Yudi langsung beranjak ke masjid sambil
mengingatkan istrinya untuk sholat isya. Sepulangnya dari masjid, Yudi sudah terbiasa
melihat istri dan kedua anaknya sudah terbaring di tempat tidur dan terlelap
dalam mimpi. Yudi pun mencoba membangunkan istrinya dan bertanya, “udah sholat
Isya Bu???” Istrinya menggeleng dengan mata yang sulit untuk dibuka karena rasa
kantuknya. Yudi pun mencoba membangunkan dan memintanya untuk sholat isya dulu,
tetapi istrinya tetap menggeleng, bahkan sampai berkata “tidak akh Pa.. nanti
saja”..
Itulah
ketegaran Yudi dalam rumah tangganya.. aku pun sebagai temannya baru tahu
keadaannya seperti itu saat kudesak Yudi untuk mengutarakan masalahnya, karena
beberapa minggu ini kulihat wajahnya sangat sendu dan selalu murung.
Saat
kubilang “kalau aku.. punya istri seperti itu.. sudah kuceraikan dia Di..!”
Tapi, Yudi menjawab dengan tenang dan bijak.
“Kalau
urusan menceraikan, itu hal yang mudah.. namun efek yang ditinggalkannya akan
terasa sulit bagi anak anak. Bukankah ada ayat Allah yang menyuruh kita agar
jangan meninggalkan anak anak kita dalam keadaan lemah. Itulah, saya takut anak
anak tidak mendapatkan kasih sayang, pengertian, perhatian serta kecukupan
hidup yang layak, sehingga anak anak menjadi manusia yang lemah”
“Lalu..
bagaimana dengan hasrat biologismu Yud?? Sampai kapan kamu bisa bertahan??”
Tanyaku..
“Sampai
dia mau.. kalaupun seumur hidupnya dia tidak mau, tetap saya tidak akan mencari
yang lain. Biarlah kesabaranku, keikhlasanku terhadap istriku sebagai jalanku
untuk mencapai Ridho-Nya. Allah Swt. Pasti tahu yang terbaik bagiku.. dan
makhluk yang paling indah, paling cantik dan paling membahagiakan bagiku adalah
mendapatkan bidadari di syurga..”
Saya
tidak bisa berkata apa apa lagi.. setalah mendengar jawabannya..!! Semuanya
pasti sudah Yudi pertimbangkan, sehingga dia begitu kuat menghadapi kehidupan
rumah tangga yang seperti itu.
Saat
banyak orang yang dengan mudahnya bercerai tanpa alasan yang kuat, saat banyak
orang tua yang tidak bertanggung jawab terhadap anaknya, saat orang seenaknya
menyalurkan hasrat biologis dengan membabi buta, ternyata masih ada orang
setegar dan seikhlas Yudi..
Saya
pun mendapatkan pelajaran darinya, hidup ini adalah ujian.. seberat apapun
keadaannya, semuanya akan bisa dihadapi dengan kesabaran, keikhlasan, dan
pengertian bahwa hidup ini hanyalah sebentar.. hanya sekejap saja, jika
dibandingkan dengan kehidupan akhirat..
Betapapun
beratnya, sulitnya serta banyaknya masalah yang dihadapi.. maka hadapilah
dengan sabar, untuk urusan kebahagiaan.. semoga kita mendapatkan yang hakiki
dan abadi di syurga-Nya Allah Swt. Amiin.
- Jaga anakmu.. karena itu adalah amanat dan investasi buatmu,
- Janganlah mengikuti nafsumu, karena itu hanya akan menjerumuskanmu ke dalam kehinaan,
- Janganlah terpesona dengan keindahan dan kecantikan wanita dunia, karena bidadari lebih indah dan lebih cantik dibandingkan wanita tercantik di dunia, bahkan kecantikan wanita di dunia tidak ada seujung kukunya bidadari syurga,
- Sabar dan ikhlaslah.. Allah mengetahui balasan yang terbaik untukmu..
Semoga
kisah ini menjadi pelajaran dan i’tibar bagi kita semua.. Amiin..
Silahkan
share jika sahabat pikir artikel ini bermanfaat…
Posted on 1 Mei 2010 by virouz007
Anakku yang tercinta, ibu sangat
menyayangkan kalau surat ini menjadi sarana komunikasi antara kita, akan tetapi
dialah satu-satunya cara yang tersisa padaku, yang memungkinkan bagiku untuk
memberitahukanmu tentang hal-hal yang harus kamu dengar dariku sebelum ibu
meninggalkan kefanaan ini. Ibu, semenjak kamu menipu dan membuat ibu masuk ke
tempat (rumah sakit) ini, walaupun ibu tidak menginginkannya .. ibu tidak
melihatmu kecuali sedikit sekali, oleh karena itu sekarang ibu ingin berbicara
dan kamu akan mendengarkannya tanpa bisa memotong perkataan ibu.
Anakku
tercinta … ketika surat ini sampai kepadamu berarti ibu telah meninggalkan
kehidupan ini, dan mungkin saja kamu tidak akan membaca suratku ini
selama-lamanya, oleh karena itu ibu merasa merasa perlu menyebar-luaskannya
sehingga orang selainmu ikut membacanya, dengan demikian setiap anak yang
durhaka adalah anakku …
Wahai
anakku, sesungguhnya ibu merasa akan mati dalam waktu dekat, dokter telah
memberitahukan bahwa kondisi kesehatan ibu kian melemah … dan keengganan ibu
untuk mengkonsumsi obat membuat ibu membutuhkan darah tambahan dalam jumlah
besar … ketika itu ibu berusaha untuk bersikeras agar tidak makan obat … akan
tetapi kehendak dokter memaksaku untuk menyetujuinya karena ibu adalah seorang
wanita yang mengimani bahwasanya darah-darah tersebut tidak akan mengembalikan
sisa-sisa kehidupan ke-hati dan ruhku … karena pada detik-detik ini ibu melihat
sayap-sayap malaikat maut di dalam kamarku.
Wahai
anakku, janganlah mengira, bahwa ibu dengan kata-kata ini berusaha untuk menarik
simpatimu agar datang kepadaku. Tidak, bukan ini tujuan dan maksudku, karena
ibu telah wasiatkan kepada pembawa surat ini agar tidak menyerahkannya kepadamu
kecuali setelah ibu meninggalkan kehidupan. Karena ibu tahu bahwasanya selama
ibu masih hidup kamu tidak akan membacanya, akan tetapi mungkin kamu akan
membacanya setelah kematianku, karena kamu tahu bahwa dengan membacanya setelah
kematianku tidak akan memberikan tanggung jawab apa-apa .. akan tetapi ini
bukan berarti ibu tidak berangan-angan untuk melihatmu terakhir kalinya sebelum
ibu mati, bukan saja karena ibu merindukanmu … akan tetapi juga karena
lain-lain hal …
Diantaranya
:
Pertama
: ibu tidak ingin melewatkan sa’at-sa’at terakhir umur ibu sendirian, hanya
ditemani oleh ketakutan-ketakutan dan pikiran-pikiran. Ibu berangan-angan
seperti seorang muslim lainnya, pada sa’at-sa’at seperti itu mendapatkan orang
yang menghormati ke-manusiaan-ku dan memperhatikan urusanku, mengarahkan
wajahku kekiblat, dan mentalkinkanku dua kalimat syahadat serta mendo’akan
rahmat untukku … apakah berlebihan apabila ibu berangan mendapatkan hak ibu
yang islam sendiri telah menjaminnya untukku??
Sesungguhnya
kesendirian yang ibu perhatikan pada kebanyakan wanita sepertiku mendorongku
mengangankan apa yang ibu angankan …
Sesungguhnya
kematian ditempat ini tidak ada harganya .. karena si sakit tidak lebih dari
tempat tidur yang kosong pada hari pertama untuk diisi pada hari berikutnya
oleh pesakitan lain, menanti gilirannya diatas papan penantian! Karenanya ibu
tidak terlalu bersedih mendengar kematian salah seorang pasien. Kesedihanku
yang paling besar adalah ketika ibu tahu bahwa dia, disa’at-sa’at kematiannya
sendirian, tidak ada orang disisinya yang mentalkinkannya .. tidak ada orang
yang dicintainya yang meneteskan air mata sedih karena kapergiannya .. selain
dari air mata teman-teman sesama pasien yang sama-sama meniti jalan kesedihan …
Kedua
: sesungguhnya ibu ingin mema’afkanmu .. dan ini tidak bisa ibu lakukan apabila
kamu tidak datang kepadaku dengan air mata penyesalan diwajahmu seraya kamu
berkata, “Ma’afkan saya Ibu” … tahukah kamu, kalau kamu melakukan ini ibu akan
melupakan semua masa lalumu, dan ibu akan berdo’a kepada Allah agar Ia
mengampuni segala kesalahanmu terhadapku. Ibu akan memohon dengan merendahkan
diri kepada-Nya agar akhir hayatmu tidak seperti akhirku … akan tetapi ibu
yakin bahwa kamu tidak akan melakukannya … dan kamu tidak akan datang … oleh
karena itu janganlah menanti ma’af dariku wahai anakku … karena ibu, walaupun
mema’afkanmu .. ibu tidak akan menjamin bahwa kamu akan selamat dari azab Allah
yang tidak pernah lupa dan tidak tidur …
Ibumu
yang terluka
Author:
Abu Zubair Hawaary
0 komentar:
Posting Komentar