Posted on 1 Mei 2010 by virouz007
Anakku yang tercinta, ibu sangat
menyayangkan kalau surat ini menjadi sarana komunikasi antara kita, akan tetapi
dialah satu-satunya cara yang tersisa padaku, yang memungkinkan bagiku untuk
memberitahukanmu tentang hal-hal yang harus kamu dengar dariku sebelum ibu
meninggalkan kefanaan ini. Ibu, semenjak kamu menipu dan membuat ibu masuk ke
tempat (rumah sakit) ini, walaupun ibu tidak menginginkannya .. ibu tidak
melihatmu kecuali sedikit sekali, oleh karena itu sekarang ibu ingin berbicara
dan kamu akan mendengarkannya tanpa bisa memotong perkataan ibu.
Anakku
tercinta … ketika surat ini sampai kepadamu berarti ibu telah meninggalkan
kehidupan ini, dan mungkin saja kamu tidak akan membaca suratku ini
selama-lamanya, oleh karena itu ibu merasa merasa perlu menyebar-luaskannya
sehingga orang selainmu ikut membacanya, dengan demikian setiap anak yang
durhaka adalah anakku …
Wahai
anakku, sesungguhnya ibu merasa akan mati dalam waktu dekat, dokter telah
memberitahukan bahwa kondisi kesehatan ibu kian melemah … dan keengganan ibu
untuk mengkonsumsi obat membuat ibu membutuhkan darah tambahan dalam jumlah
besar … ketika itu ibu berusaha untuk bersikeras agar tidak makan obat … akan
tetapi kehendak dokter memaksaku untuk menyetujuinya karena ibu adalah seorang
wanita yang mengimani bahwasanya darah-darah tersebut tidak akan mengembalikan
sisa-sisa kehidupan ke-hati dan ruhku … karena pada detik-detik ini ibu melihat
sayap-sayap malaikat maut di dalam kamarku.
Wahai
anakku, janganlah mengira, bahwa ibu dengan kata-kata ini berusaha untuk menarik
simpatimu agar datang kepadaku. Tidak, bukan ini tujuan dan maksudku, karena
ibu telah wasiatkan kepada pembawa surat ini agar tidak menyerahkannya kepadamu
kecuali setelah ibu meninggalkan kehidupan. Karena ibu tahu bahwasanya selama
ibu masih hidup kamu tidak akan membacanya, akan tetapi mungkin kamu akan
membacanya setelah kematianku, karena kamu tahu bahwa dengan membacanya setelah
kematianku tidak akan memberikan tanggung jawab apa-apa .. akan tetapi ini
bukan berarti ibu tidak berangan-angan untuk melihatmu terakhir kalinya sebelum
ibu mati, bukan saja karena ibu merindukanmu … akan tetapi juga karena
lain-lain hal …
Diantaranya
:
Pertama
: ibu tidak ingin melewatkan sa’at-sa’at terakhir umur ibu sendirian, hanya
ditemani oleh ketakutan-ketakutan dan pikiran-pikiran. Ibu berangan-angan
seperti seorang muslim lainnya, pada sa’at-sa’at seperti itu mendapatkan orang
yang menghormati ke-manusiaan-ku dan memperhatikan urusanku, mengarahkan
wajahku kekiblat, dan mentalkinkanku dua kalimat syahadat serta mendo’akan
rahmat untukku … apakah berlebihan apabila ibu berangan mendapatkan hak ibu
yang islam sendiri telah menjaminnya untukku??
Sesungguhnya
kesendirian yang ibu perhatikan pada kebanyakan wanita sepertiku mendorongku
mengangankan apa yang ibu angankan …
Sesungguhnya
kematian ditempat ini tidak ada harganya .. karena si sakit tidak lebih dari
tempat tidur yang kosong pada hari pertama untuk diisi pada hari berikutnya
oleh pesakitan lain, menanti gilirannya diatas papan penantian! Karenanya ibu
tidak terlalu bersedih mendengar kematian salah seorang pasien. Kesedihanku
yang paling besar adalah ketika ibu tahu bahwa dia, disa’at-sa’at kematiannya
sendirian, tidak ada orang disisinya yang mentalkinkannya .. tidak ada orang
yang dicintainya yang meneteskan air mata sedih karena kapergiannya .. selain
dari air mata teman-teman sesama pasien yang sama-sama meniti jalan kesedihan …
Kedua
: sesungguhnya ibu ingin mema’afkanmu .. dan ini tidak bisa ibu lakukan apabila
kamu tidak datang kepadaku dengan air mata penyesalan diwajahmu seraya kamu
berkata, “Ma’afkan saya Ibu” … tahukah kamu, kalau kamu melakukan ini ibu akan
melupakan semua masa lalumu, dan ibu akan berdo’a kepada Allah agar Ia
mengampuni segala kesalahanmu terhadapku. Ibu akan memohon dengan merendahkan
diri kepada-Nya agar akhir hayatmu tidak seperti akhirku … akan tetapi ibu
yakin bahwa kamu tidak akan melakukannya … dan kamu tidak akan datang … oleh
karena itu janganlah menanti ma’af dariku wahai anakku … karena ibu, walaupun
mema’afkanmu .. ibu tidak akan menjamin bahwa kamu akan selamat dari azab Allah
yang tidak pernah lupa dan tidak tidur …
Ibumu
yang terluka
Author:
Abu Zubair Hawaary
0 komentar:
Posting Komentar